Senin, 06 Mei 2013

Relevansi Film "Jamila dan Sang Presiden" dengan Materi Psikologi Sosial


JAMILA DAN SANG PRESIDEN

Sinopsis          :
Jamila dan Sang Presiden adalah sebuah film layar perdana karya sutradara Ratna Sarumpaet yang diadaptasi dari karya teaternya yang berjudul Pelacur dan Sang Presiden, yang sempat meraih banyak pujian sekaligus kritikan dari beberapa pihak di Indonesia selama masa pementasannya.
Film ini mengisahkan tentang seorang perempuan bernama Jamila, seorang pelacur yang sejak kecil telah menjadi korban human trafficking. Hidup bukanlah suatu hal yang dapat dihargai dan dianggap sesuatu yang indah dan bermakna bagi Jamila. Datang dari sebuah keluarga miskin, ketika berumur enam tahun, ia dijual oleh sang ayah kepada seorang agen perdagangan anak. Ia kemudian berhasil melarikan diri dan kembali kepada kedua orangtuanya. Oleh sang ibu, ia dititipkan kepada sebuah keluarga, dengan harapan agar Jamila dapat dibesarkan dan disekolahkan untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Disana, Jamila mulai hidup berkecukupan, dapat menikmati sekolah, belajar mengaji, dan tekun sholat. Apa yang mau dikata, di rumah tersebut ia kemudian malah menjadi bulan-bulanan seksual bagi dua orang pria yang seharusnya melindungi Jamila dan dijadikannya sebagai keluarga baru baginya. Merasa tertekan dan tak tahan lagi, kisah pelecehan ini berakhir dengan terbunuhnya kedua pria tersebut dan kemudian Jamila melarikan diri dari rumah tersebut.
Berbagai penderitaan hidup terus dihadapinya sendirian hingga akhirnya ia bertemu dengan Susi, seorang PSK yang baik hati yang kemudian dekat dengannya dan dianggapnya sebagai satu-satunya teman baiknya. Demi adiknya yang bernama Fatimah, Jamila rela bekerja. Tapi sayangnya disaat itulah Jamila akhirnya benar-benar terjerumus pada praktek prostitusi.
Kisahpun berlanjut pada perdagangan anak, sang adik juga terjerat dalam sindikat prostitusi anak di Kalimantan. Dalam perjalanannya mencari ketentraman hidup dan cinta kasih, Jamila pun menemukan seseorang pria baik hati yang bisa menjaganya, dia adalah seorang menteri bernama Nurdin. Jamila merasa sangat dihargai dan dicintai selama bersama Nurdin. Hingga suatu ketika masalah statuspun  menjadi impian Jamila, namun hal itu tidak dapat terjadi karena sang menteri telah membuat Jamila kecewa. Hingga akhirnya terjadi pertengkaran antara Jamila dan Nurdin yang berujung dengan kematian Nurdin. Kasusnya menarik perhatian seluruh negeri, sekaligus menarik simpati beberapa kalangan, yang berusaha memintakan grasi bagi Jamila. Walau begitu, Jamila tak bergeming dan menolak untuk mengajukan grasi pada presiden. Ia lebih memilih untuk dihukum mati dan terlepas dari seluruh penderitaan hidupnya selama ini.
Seorang penulis bernama Ibrahim yang mencintai Jamila berjuang untuk membelanya dengan mengirimkan pengacara untuknya, tapi sayangnya selalu saja ditolak. Kehadiran Ketua Golongan Fanatik menekan pemerintah untuk mengganjar Jamila dengan hukuman mati. Jamila akhirnya dijebloskan kedalam penjara khusus perempuan. Penjara tersebut dikepalai oleh Ibu Ria, seorang sipir yang dikenal sangat tegas dan ditakuti. Saat di dalam penjara, Jamila mendapatkan perlakuan yang kasar dari Ibu Ria yang pada akhirnya malah menjadi orang yang terakhir kali meminta Jamila merubah keputusannya agar melakukan grasi. Kisah ini berakhir dengan eksekusi mati pada Jamila.


Komentar Terhadap Film:
            Kesan pertama yang saya dapatkan di menit-menit pertama ketika menonton film ini adalah “rumit dan berat”. Cukup banyak waktu yang saya butuhkan untuk mencerna cerita dalam film ini. Ini dikarenakan banyaknya dialog pada Jamila dan Sang Presiden yang terasa begitu kaku dan kurangnya eksplorasi beberapa karakter yang muncul di dalam cerita sehingga cerita terlalu berfokus pada Jamila yang pada akhirnya terlupakan bahwa karakter-karakter lainnya juga butuh pengembangan. Contohnya, saya baru tahu karakter ayah dan adik Jamila malah dari penjelasan yang bapak MIF (Dosen Psikologi Sosial) berikan ketika film selesai diputar.
            Terlepas dari beberapa kekurangan yang saya rasakan pada film ini yang mungkin terjadi dikarenakan sang sutradara adalah seorang sutradara teater yang sebelumnya belum pernah bersentuhan dengan dunia film dan penulisan naskah film, sehingga menyebabkan masih terbawanya gaya pembawaan teater ketika mengarahkan film ini, saya menganggap film ini merupakan film yang sangat menarik, menyentuh hati dan membuat saya melek akan kenyataan kehidupan terutama fenomena human trafficking di negara kita.
            Naskah film yang kuat, provokatif dan menyentuh serta akting yang sangat baik dari jajaran pemeran film ini, membuat Jamila dan Sang Presiden menjadi sebuah Film yang wajib ditonton oleh orang-orang berpendidikan seperti mahasiswa yang seharusnya berada di garisan paling depan untuk memerangi kasus human trafficking dan kasus-kasus yang berhubungan dengan pelanggaran HAM lainnya. Film bertema sosial politik seperti inilah yang seharusnya lebih banyak lagi dibuat oleh para pembuat film di Indonesia, agar masyarakat Indonesia tersentuh dan tergerak hatinya untuk lebih peduli terhadap masalah sosial yang terjadi di sekitarnya.


Relevansi dengan Materi dalam Psikologi Sosial :
            Sebenarnya menurut saya, film ini relevan dengan hampir semua materi yang diajarkan dalam Psikologi Sosial. Mulai dari konsep diri, hubungan interpersonal, sikap, pengaruh sosial, agresi, kepemimpinan serta prasangka dan diskriminasi.
            Relevansi film ini dengan konsep diri dapat dilihat dari bagaiman seorang Jamila sangat mengenal dirinya sendiri dan mengkonsepkan dirinya sebagai seorang aktivis perempuan yang rela melakukan apapun demi membela nasib para anak dan perempuan korban perdagangan manusia.
Hubungan interpersonal jelas terlihat dari berbagai cerita dan adegan seperti kasih sayang seorang ibu dan anak serta adik dan kakak, kemudian pernikahan yang diimpikan Jamila ketika bertemu Nurdin serta perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang ayah di keluarga Wardiman yang melakukan pelecehan terhadap Jamila yang harusnya dia rawat seperti anaknya sendiri.
            Relevansi film ini dengan konsep sikap dapat dilihat dari beberapa sikap beraninya Jamila melawan perdagangan manusia yang didasari oleh pengalamannya yang pernah menjadi korban perdagangan serta caranya menghadapi berbagai situasi yang menimpa dirinya.
Konsep pengaruh sosial terlihat dari bagaiman Jamila pada akhirnya terjerumus kedalam dunia prostitusi dan adegan-adegan lainnya.
            Mengenai konsep kepemimpinan, saya melihat kerelevanan dari beberapa adegan dalam film ini yang menggambarkan gaya kepemimpinan di negara kita, serta bagaimana seorang ketua golongan fanatik menekan pemerintah untuk mengganjar Jamila dengan hukuman mati. Disini terlihat juga bagaimana masyarakat Indonesia pada umumnya berprasangka dan mendiskriminasi Jamila yang adalah seorang pelacur sehingga mendapatkan berbagai tekanan dari masyarakat.
            Selain beberapa konsep diatas, sebenarnya ada satu konsep yang menurut saya sangat berkaitan dengan film ini, yakni Agresi. Agresi adalah ketika seseorang mengalami satu kondisi emosi tertentu, yang sering terlihat adalah emosi marah. Perasaan marah berlanjut pada keinginan untuk melampiaskan dalam bentuk tertentu pada objek tertentu. Konsep ini terlihat jelas dalam kisah Jamila, dimana sebenarnya berbagai penyimpangan seperti menjadi pelacur, pergaulan bebas dan pembunuhan yang dilakukannya, merupakan agresi yang dilatarbelakangi oleh rasa geramnya terhadap ketidakadilan yang diterimanya sedari kecil. Mulai dari ayahnya yang menjual dirinya, orang yang dipercaya ibunya malah memperkosanya, sikap pemerintah yang kurang tegas dalam menangani berbagai kasus yang dialaminya serta berbagai ketidak adilan lainnya yang pada akhirnya membuat Jamila melakukan agresi berupa perlawanan dan perjuangan tiada henti hingga dia dieksekusi sebagai seorang terpidana kasus pembunuhan kekasihnya sendiri yang telah menghianatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar